Dua Ketegasan di Menit Akhir
DUA perkara besar dalam dua hari diputuskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada menit-menit akhir. Yang satu soal pengajuan nama calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan yang lain adalah pembatalan kunjungan kenegaraan Yudhoyono ke Belanda.
Soal calon Kapolri, yang menjadi sumber spekulasi panas elite politik dalam dua pekan terakhir, dijawab SBY dengan memilih Kapolda Metro Jaya Irjen Timur Pradopo.
Seluruh mesin birokrasi, terutama di kepolisian, harus bekerja maraton di hari terakhir untuk mengurus Pradopo.
Pangkat irjen dinaikkan ke komjen untuk menduduki jabatan kepala bagian pemeliharaan keamanan yang merupakan pos bintang tiga. Di menit-menit terakhir pada hari yang sama nama Komjen Pradopo dikirim ke DPR sebagai calon tunggal Kapolri.
Kemarin, di menit-menit akhir SBY membatalkan kunjungan ke Belanda. Di saat sebagian rombongan sudah berada dalam pesawat, pembatalan diumumkan.
Itulah dua ketegasan yang lama dirindukan dari seorang SBY. Kritik bahwa Presiden Yudhoyono adalah peragu dijawab dengan dua ketegasan yang diambil in the last minute. Untuk dua perkara itu, patutlah diacungi jempol.
Nama Timur Pradopo dipilih SBY untuk menegaskan sikapnya, paling tidak dalam dua hal penting. Hak prerogatif menentukan Kapolri tidak boleh diaduk-aduk interes politik kalangan koalisi. Dan, reformasi kepolisian tidak boleh diganggu ego angkatan yang menjadi penyakit kronis dalam rekrutmen di lembaga penegak hukum itu.
Mudah-mudahan Pradopo tidak diganjal kepentingan partai-partai yang menggumpal dan ngumpet di DPR.
Lalu soal pembatalan kunjungan ke Belanda. Itu adalah keputusan yang tepat.
Belanda harus diberi tahu bahwa seorang presiden yang berkunjung tidak semata dijamin keamanannya oleh polisi dan seluruh sistem sekuriti di negeri itu. Juga tidak cukup hanya dengan keyakinan bahwa presiden dari negara mana pun memiliki imunitas.
Belanda perlu memahami juga bahwa yang datang berkunjung adalah seorang presiden yang berhak atas kenyamanan dan kesantunan. Di mana harga diri SBY sebagai pemimpin bangsa Indonesia bila nanti disambut dengan demonstrasi yang tidak santun?
Pantaskah seorang presiden yang berkunjung diancam akan ditangkap atas kasus pelanggaran HAM yang mengada-ada?
Yang mengenal dan memelihara RMS adalah Belanda. Karena itu, Belanda-lah yang harus membereskan RMS, bukan Indonesia.
Demi harga diri bangsa, pembatalan itu benar adanya. Bangsa mendambakan ketegasan dalam banyak perkara. Soal Kapolri dan pembatalan kunjungan ke Belanda adalah contoh sedikit dari kerinduan pada banyak ketegasan lain dari SBY.
Soal calon Kapolri, yang menjadi sumber spekulasi panas elite politik dalam dua pekan terakhir, dijawab SBY dengan memilih Kapolda Metro Jaya Irjen Timur Pradopo.
Seluruh mesin birokrasi, terutama di kepolisian, harus bekerja maraton di hari terakhir untuk mengurus Pradopo.
Pangkat irjen dinaikkan ke komjen untuk menduduki jabatan kepala bagian pemeliharaan keamanan yang merupakan pos bintang tiga. Di menit-menit terakhir pada hari yang sama nama Komjen Pradopo dikirim ke DPR sebagai calon tunggal Kapolri.
Kemarin, di menit-menit akhir SBY membatalkan kunjungan ke Belanda. Di saat sebagian rombongan sudah berada dalam pesawat, pembatalan diumumkan.
Itulah dua ketegasan yang lama dirindukan dari seorang SBY. Kritik bahwa Presiden Yudhoyono adalah peragu dijawab dengan dua ketegasan yang diambil in the last minute. Untuk dua perkara itu, patutlah diacungi jempol.
Nama Timur Pradopo dipilih SBY untuk menegaskan sikapnya, paling tidak dalam dua hal penting. Hak prerogatif menentukan Kapolri tidak boleh diaduk-aduk interes politik kalangan koalisi. Dan, reformasi kepolisian tidak boleh diganggu ego angkatan yang menjadi penyakit kronis dalam rekrutmen di lembaga penegak hukum itu.
Mudah-mudahan Pradopo tidak diganjal kepentingan partai-partai yang menggumpal dan ngumpet di DPR.
Lalu soal pembatalan kunjungan ke Belanda. Itu adalah keputusan yang tepat.
Belanda harus diberi tahu bahwa seorang presiden yang berkunjung tidak semata dijamin keamanannya oleh polisi dan seluruh sistem sekuriti di negeri itu. Juga tidak cukup hanya dengan keyakinan bahwa presiden dari negara mana pun memiliki imunitas.
Belanda perlu memahami juga bahwa yang datang berkunjung adalah seorang presiden yang berhak atas kenyamanan dan kesantunan. Di mana harga diri SBY sebagai pemimpin bangsa Indonesia bila nanti disambut dengan demonstrasi yang tidak santun?
Pantaskah seorang presiden yang berkunjung diancam akan ditangkap atas kasus pelanggaran HAM yang mengada-ada?
Yang mengenal dan memelihara RMS adalah Belanda. Karena itu, Belanda-lah yang harus membereskan RMS, bukan Indonesia.
Demi harga diri bangsa, pembatalan itu benar adanya. Bangsa mendambakan ketegasan dalam banyak perkara. Soal Kapolri dan pembatalan kunjungan ke Belanda adalah contoh sedikit dari kerinduan pada banyak ketegasan lain dari SBY.
sumberhttp://www.mediaindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar